Senin, 30 Mei 2016

Dua cara memakan bubur ayam

Kadang geli juga kalau lihat seorang posted gambar original, no edit. Memang sih masalah edit dan non edit adalah pertarungan sengit dalam ranah fotografi.

Pro dan kontra bertebaran. Pihak yang pro mengatakan fotografi adalah soal kejujuran, apa yang kita foto adalah kondisi apa adanya.

Pihak yang kontra bilang fotografi adalah seni dan kreativitas yang tidak bisa dibatasi. Apa gunanya bila hasil foto apa adanya sama saja dengan foto dokumenter saja.

Ada pendapat bang Arbain Rambrey tentang edit dan non edit pada fotografi dengan perumpaan cara makan bubur ayam. Bila makan bubur ayamnya tanpa diaduk-aduk dulu, langsung dimakan berarti penganut paham non editing.

Sebaliknya bila cara makan bubur ayamnya diaduk-aduk dulu hingga rata tercampur dan baru dimakan berarti ia penganut paham editing.

Saya tidak senang makan bubur ayam jadi ... bukan dua-duanya. Ha3x.

Ndak deh ... jujur saya kebetulan penganut editing itu wajib. Meski tidak banyak kuasai juga teknik editing.

Sebenarnya, non editing memang harus diterapkan pada saat tertentu, misalnya dokumentasi acara, barang bukti, lomba yg mensyaratkan tidak boleh ada proses editing.

Editing diperlukan terutama oleh orang yang profesinya di bidang fotografi. Konyol rasanya bila pekerjaan utamanya berkaitan dengan fotografi tanpa menggunakan post editing process.

Jadi semua foto saya telah mengalami proses editing. Bahkan adik ipar saya bilang, saya sebenarnya lebih cocok jadi editor daripada fotografer.

Iya,lah... sapa bilang saya fotografer...ha3x.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar