Kamis, 16 Juni 2016

Kenduri dan Pertanyaan Kyai

Sore ini saya baca sebuah artikel tentang hal yang sempat heboh di social media. Saya suka artikelnya, bila Anda tertarik bisa dibaca disini.

Sudut pandang artikel tersebut menarik menurut saya. Seperti biasa saya lalu jadi baper, kotak ingatan masa lalu tumpah ruah.

Kenduri (atau saya sering nyebutnya slametan) adalah hal yang sering keluarga saya lakukan, apalagi orang tua saya masih memegang adat Jawa.

Siklus hidup manusia jawa tidak bisa lepas dari yang namanya slametan. Dimulai sejak dalam kandungan hingga meninggal, beragam acara slametan diadakan.

Intinya cuma satu memohon agar selalu selamat dan bersyukur atas karunia Tuhan.

Suatu saat kala saya main ke rumah kyai saya, beliau sempat membahas slametan ini. Bukan tentang uba-rampe-nya (hal-hal yang harus ada dalam sebuah kenduri, dalam adat jawa saat kenduri kadang berbeda-beda makanan yang harus ada tergantung peruntukan kenduri) namun lebih pada pembagian berkat (makanan yang dibagikan saat kenduri).

Saat itu beliau bertanya pada saya, siapa yang seharusnya pertama kali (prioritas utama) mendapatkan berkat tersebut. Bila sudah begini, saya biasanya super hati-hati menjawab.

Seringnya saya malah diam sambil senyum tolol ... he3x.

Saya menjawab kebiasaan di keluarga kami saat kenduri, yang didahulukan adalah bagian dapur. Kami sering kali meminta bantuan tetangga (yang menyediakan jasa/tenaga untuk memasak) kadang dua sampai tiga orang selama tiga hari dan masih dibantu saudara sepupu atau saudara bapak saya.

Tentu mereka ini tidak sempat memasak untuk di rumah sendiri. Untuk saudara pasti ada hantaran makanan selain diundang kenduri.

Kemudian kyai melanjut lalu siapa lagi.

Saya jawab tetangga, orang masjid, janda-janda dan terakhir orang yang tidak datang. Untuk dua yang terakhir kami antarkan. Kadang ditambah bekas guru bapak saya saat SD dan kenalan baik.

Kemudian kyai menjelaskan bahwa dalam kenduri itu yang utama dapat berkat adalah bagian dapur. Orang yang memasak. Karena tanpa mereka beras tidak bisa jadi nasi, bahan mentah tidak bisa jadi makanan.

Kemudian baru janda-janda apalagi bila tidak punya. Lalu tetangga sekitar karena bila kita kesusahan tetangga sekitar juga yang pertama menolong.

Dan terakhir adalah orang-orang masjid. Sering kali urutan itu terbalik. Menurut beliau semua orang bisa berdoa, bukan hanya para ulama saja yang bisa.

Saya hanya senyum. Saya tahu kemana arah kyai berbicara dan apa maksud serta maknanya.

Hal yang mirip juga pernah saya lihat di kantor. Pedagang makanan sering masuk kantor kami. Salah satunya adalah penjual roti.

Kebetulan teman kantor saya ada yang sangat mengenalnya, sehingga ia berani menggodanya. Penjual ini suka menabung untuk berdana korban perang di luar negeri.

Teman kantor ini suka menasehatinya, untuk apa memberi santunan pada yang jauh padahal masih banyak yang membutuhkan santunan disekitar kita.


Jl Jendral Sudirman, Tarakan  2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar