Kita, yang hidup hari ini, tak akan pernah kenal benar dunia luar dan dalamnya, jalan raya dan jurang-jurangnya, penghuni dan perkakasnya.
Begitu Goenawan Mohamad menulisnya pada catatan pinggir dengan judul Sejarah, 21 Oktober 2013 silam.
Ingatan datang dari gua yang gelap; ia bahkan bagian dari gua itu. Ketika kita menampilkannya di bawah cahaya yang menyorot, sepatutnya kita tahu ia telah berubah.
Hal yang sama saya alami saat menjejak kembali ingatan dan kenangan saya saat mudik bulan Mei 2016 kemarin. Saya tidak mengenal mungkin bahkan mengingat semua detail yang pernah ada.
Seringkali ingatan dan kenangan mempengaruhi objek sasaran ambil gambar saya. Sekedar bernostalgia dengan ingatan yang makin kabur mungkin, demi menyenangkan batin saya sendiri.
Jadi tidak aneh bila objek yang saya ambil gambar tidak dipahami, atau dianggap penting/menarik bagi orang lain. Karena itu personal ingatan samar saya dengan masa lalu saya.
Komunikasi batin antara saya dengan diri saya sendiri.
Satu malam saat lagi antri beli tahu campur (sebetulnya tahu tek kalau di Surabaya), sambil duduk saya terpaku melihat sebuah teko (ceret dalam jawa). Permukaan luarnya berembun, saya tahu ada es batu didalamnya.
Ingatan saya kembali ke masa lalu. Dulu hubungan saya dan ceret yang ukurannya persis seperti itu atau yang ukurannya lebih besar sangatlah dekat.
Sewaktu sekolah dasar hingga sekolah menengah saya sering diajak ke sawah mulai mengantar makanan pagi, kadang siang di sawah buat para pekerja.
Bila siang juga sambil menenteng ceret, yang seringnya berisi air dengan es batu, buat pekerja di sawah.
![]() |
Ceret, Tarakan 2016 |
Kebetulan disebelah penjual tahu campur, ada penjual pisang molen yang menggunakan lampu petromaks sebagai alat penerangnya.
Petromaks tidak pernah keluarga kami miliki, kami punya lampu berisi minyak tanah ukuran besar.
Bukan berarti saya tidak punya kenangan tentangnya ... he3x.
Saat kecil setiap sore hari saya dapat tugas membeli kerupuk kampung, agar lebih murah langsung ke penjual tangan pertamanya.
Biasanya sore menjelang magrib, sehingga sering saya lihat empunya rumah menyalakan lampu petromaks, mulai menuangkan spritus, kadang mengganti kaos lampu hingga memompanya.
Api yang semula kecil jadi terang dan merata di permukaan kaos lampu.
Bagi saya saat itu adalah hal yang menarik. Saya sering berpikir saat itu, kok bisa ya ...
Petromaks juga sering saya lihat bila ada pertunjukan wayang kulit, diantara kerumunan orang dan pedagang.
Kadang tukang dadu, dan saya selalu ingin mengabadikannya. Semoga suatu saat bisa terlaksana.
Petromaks mungkin sebuah benda ajaib lain selain ceret eh teko ajaib.
Tentunya di kenangan masa lalu saya ... he3x
![]() |
Petromaks, Tarakan 2014 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar