Senin, 20 Juni 2016

Ndak Salah Kok Harus Minta Maaf

Pernahkah Anda tidak bersalah pada seseorang, padahal seseorang itu yang bersalah malah Anda harus meminta maaf kepadanya?

"Forgiveness is the final form of love",  Reinhold Neibuhr

Sesuatu yang wajar bila kita bersalah dan harus meminta maaf ataupun saat orang lain berbuat salah pada kita dan kita memaafkan saat ia meminta maaf.

Meskipun kadang tidak mudah juga baik kita atau orang yang melakukannya. Tindakan yang memerlukan kebesaran hati tentunya.

Ada beberapa kesalahan yang dengan mudah mampu kita maafkan, beberapa lainnya sangat berat untuk kita maafkan.

Apalagi pada sisi orang yang meminta maaf atas kesalahannya. Ego diri seringkali tidak mudah dikalahkan dan ditundukkan.

Didukung budaya meminta maaf, mengucap kata tolong dan terima kasih adalah hal yang umum dilupakan.

Saat berusia 25 tahun, saya pernah juga diharuskan untuk meminta maaf atas kesalahan yang saya tidak perbuat. Tentu saya melawan perintah tersebut.

Tidak logis. Tidak masuk akal, bukan saya yang berbuat kok harus minta maaf.

Bukan kesalahan saya juga.

Saya sempat kena hukuman namun saya tetap pada pendirian saya. Prinsip saya.

Akhirnya karena sebuah alasan saya luluh juga, saya menekuk dalam-dalam prinsip dan ego saya saat itu. Saya meminta maaf atas sesuatu tidakan dan kesalahan yang tidak saya perbuat.

Kata-kata kakek saya yang membuat saya luluh.

Saat itu beliau berkata bahwa sangat berat mengakui kesalahan yang diperbuat utamanya bagi yang berbuat salah. Apa salahnya meminta maaf duluan bukankah hal itu lebih ringan bagi yang tidak berbuat salah. 

Bukan saya bila tidak membantah ... he3x. Saya bilang itu tidak adil dan logis. Dia yang bersalah kok saya yang harus minta maaf. Itu tidak mendidik, tidak membuat yang bersalah menyadari salahnya. Enak betul.

Kakek hanya tersenyum saat itu kemudian berkata bahwa orang tersebut pasti akan merasa.

Bila tidak,
bantah saya.

Itu urusan dia dengan dirinya, kata kakek.

Akhirnya saya mengalah.

Kemarin sore saya baca artikel ini. Ingatan saya kembali ke peristiwa itu.

Baru saya pahami ternyata saat itu kakek sedang mengajari saya hakikat tentang jejak sujud. Namun ketumpulan perasaan dan batin saya yang tidak bisa menangkap makna yang tersirat didalamnya.

Saya tetap dalam kedunguan tiada akhir.


Rusunawa, Tarakan 2015


2 komentar:

  1. Jika kita meminta maaf, sedangkan kita tidak dalam posisi bersalah, Allah SWT akan membangunkan rumah bagi kita di surga-Nya. Wallahulam bi shawab

    BalasHapus
    Balasan
    1. jejak sujud mestinya adalah tidak memulia-muliakan diri dan tidak mengandalkan pengetahuan yang memorinya disimpan di otak.

      Bener, mbak Sulistiyowati. Saya saja yang dungu tidak memahaminya ... kekeh melawan atas dasar logika...he3x.

      Waktu itu masih muda, mbak. Ego dan emosi sangat tinggi. Ibaratnya bayangan saya diinjak saja saya langsung mengamuk.

      Hapus