Saya tipe orang yang tidak suka kejutan, saya suka menyiapkan segala hal terlebih dahulu dan tidak suka menghadapi hal-hal yang terjadi di luar rencana tersebut. Untuk tiap jalan menuju ke kantor pun saya ya lewat jalan yang sama setiap hari.
Makanan pilihan saya ya itu-itu saja juga. Kalo tidak pecel, ya gado-gado, ya urap berputar ke itu-itu saja.
Sesekali rujak, yang ini jarang karena rujak cingur di Tarakan mahal Rp. 25.000,00/porsi (padahal di kampung halaman saya hanya Rp. 5.000,00/porsi dengan derajat rasa enak yang sama).
Selinear-linearnya saya, namanya manusia ya ada rasa bosan juga. Itu juga yang saya alami saat datangi senja ke pelabuhan tengkayu 2.
Senjanya ya begitu-begitu saja, aktivitas manusia ya begitu-begitu saja. Masak harus bikin siluet terus setiap hari, ndak lucu kan ...
Tapi saya sudah di tempat itu dan mau apa lagi? Saya sudah berkorban waktu, berkorban bahan bakar dan usia pemakaian motor saya (kembali otak kapitalis saya berhitung) untuk ke tempat itu.
Ibarat pepatah nasi sudah jadi bubur. Masak buburnya dibuang atau tidak dimakan? Mau menangisi dan mengomeli bubur agar jadi nasi kembali? Impossible kan ...
Saat itulah saya teringat kata-kata kolomnis Kompas Samuel Mulia, bila nasi sudah jadi ya bikin jadi sesuatu yang enak dimakan. Bisa tambahkan kecap, suwiran ayam, air kaldu, emping belinjo atau remah kacang.
Begitu pun saya, bila dalam posisi itu saya coba cari sesuatu yang unik yang biasanya terlewatkan karena fokus pada matahari dan siluet manusia. Kadang dapat, kadang juga tidak.
Bila tidak, ya saya duduk-duduk saja melihat suasana. Otak kapitalis saya bungkam, dan saya bilang pada batin saya ... jangan terlalu keras pada diri sendiri.
Kadang perlu sejenak keluar dari pagar yang kita buat sendiri. Menikmati keadaan di luar pagar.
![]() |
lonely sandals, tengkayu 2 2014 |
![]() |
the anchor, tengkayu 2 2014 |
![]() |
tonggak penambat, tengkayu 2 2014 |
![]() |
big and slim, tengkayu 2 2014 |
Walah Pak, itu rujak cingur sampe segitu harganya, apa petis atau cingurnya import?
BalasHapusTarakan ndak ada petis, mbak Ika Maya Susanti. Harga bahan 2-3x lipat dari Jawa. Lbh murah Kalsel sih kalo dibandingkan :)
Hapus